Bangkok (ANTARA) – Puluhan pengunjuk rasa dan polisi Thailand terluka dalam bentrokan kekerasan di sebuah demonstrasi anti-pemerintah pada Minggu (28 Februari), kata sebuah pusat medis darurat, ketika polisi mengakui menembakkan peluru karet untuk pertama kalinya sejak protes dimulai tahun lalu.
Polisi juga menggunakan gas air mata dan meriam air terhadap pengunjuk rasa yang berbaris di sebuah pangkalan militer di Bangkok menyerukan Raja Maha Vajiralongkorn untuk menyerahkan komando langsung unit tentara yang ditempatkan di sana.
Para pengunjuk rasa melemparkan botol ke polisi di dekat barikade.
“Ini adalah pertama kalinya peluru karet digunakan,” kata kepala polisi Bangkok Pakapong Pongpetra kepada wartawan pada hari Senin, mengklaim penggunaannya diperlukan untuk mencegah kekerasan meningkat.
Gerakan politik yang dipimpin pemuda menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, mantan pemimpin junta, dan telah melanggar tabu dengan menyerukan reformasi monarki yang kuat.
Istana Kerajaan menolak untuk secara langsung mengomentari protes tersebut.
Polisi mengatakan 22 pengunjuk rasa ditangkap pada hari Minggu dan didakwa melanggar keputusan darurat, yang diberlakukan sejak tahun lalu untuk mengekang penyebaran Covid-19, dan karena menghalangi pihak berwenang.
Sepuluh pengunjuk rasa dan 26 petugas polisi terluka dalam bentrokan itu, Pusat Medis Darurat Erawan Bangkok mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Seorang juru bicara pemerintah Thailand mengatakan seorang petugas polisi juga meninggal karena serangan jantung.
Prayut mengatakan langkah-langkah yang lebih keras telah dilakukan karena pengunjuk rasa memulai kekerasan.
“Polisi harus menggunakan langkah-langkah sesuai dengan standar internasional,” katanya kepada wartawan di Gedung Pemerintah pada hari Senin.
Jutatip Sirikhan, seorang pengunjuk rasa terkemuka Thailand, membantah bahwa pengunjuk rasa memulai kekerasan.
“Kekerasan hanya dimulai ketika pihak berwenang menindak pengunjuk rasa,” katanya kepada Reuters.
“Polisi seharusnya memfasilitasi ekspresi politik masyarakat, bukan menembakkan peluru ke arah mereka.”